Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gibran Disarankan Yusril Agar Tidak Maju Sebagai Cawapres Setelah Putusan Kontroversial MK

Yusril Sarankan Gibran Tidak Maju Sebagai Cawapres Setelah Putusan Kontroversial MK
Yusril Ihza Mahendra saat menjelaskan sikapnya di depan media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/10/2023). Foto (KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya)





Jakarta, FNTV. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, mengeluarkan saran mengejutkan terkait potensi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pasca-putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK). Yusril menegaskan bahwa ia tidak akan maju sebagai calon wakil presiden jika Gibran memutuskan untuk melakukannya setelah putusan MK yang dinilainya problematik.

Yusril memandang bahwa keputusan MK tersebut berpotensi menimbulkan kontroversi yang akan terus berlanjut, dan dalam hal ini, ia lebih bijak jika Gibran tidak memanfaatkan peluang untuk maju sebagai calon wakil presiden.

PBB adalah salah satu partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang mendukung Prabowo Subianto. Sementara itu, Gibran, yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo, sering disebut sebagai salah satu calon potensial untuk mendampingi Prabowo dalam pemilihan presiden.

Yusril menjelaskan sikapnya di depan media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/10/2023). Dia menyatakan bahwa tindakan ini merupakan tindakan berjiwa besar dan sikap seorang negarawan. "Saya kira orang akan melakukan hormat setinggi-tingginya ketika diberi kesempatan, namun jika seseorang memilih untuk tidak mengambilnya, itu menunjukkan sikap berjiwa besar dan kebijaksanaan yang tinggi," ungkap Yusril.

Lebih lanjut, pakar hukum tata negara ini menyampaikan pandangannya bahwa putusan MK terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah putusan yang problematik, dengan adanya penyelundupan hukum.

Putusan ini telah diberikan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan mengenai pembatasan usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden, yang sebagian telah dikabulkan pada Senin (16/10/2023).

Menurut Yusril, "Kalau ditanya kepada saya apakah ini problematik atau tidak, iya, penyelundupan hukum macam-macam. Boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius, putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian."

Sebelumnya, MK telah mengabulkan gugatan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang berhubungan dengan usia minimal calon presiden dan wakil presiden dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin (16/10/2023). Keputusan MK tersebut memungkinkan individu yang belum mencapai usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden jika mereka memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau dalam jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Putusan MK ini akan berlaku dalam Pemilu tahun depan dan memandang pembatasan usia minimal 40 tahun sebagai hal yang potensial menghalangi generasi muda untuk mencapai posisi kepemimpinan dalam negara. Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyebut pembatasan usia ini sebagai wujud ketidakadilan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

Gugatan ini diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru, yang menghubungkan gugatan ini dengan sosok Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta. Pemohon menilai Gibran sebagai figur yang sangat inspiratif dan memiliki potensi besar untuk memajukan Kota Solo secara ekonomi. Namun, syarat usia minimal capres-cawapres, yang saat ini dibatasi hingga usia 40 tahun, menjadi hambatan bagi Gibran, yang saat ini berusia 35 tahun.(ldr/syj)

Reporter: Eka Supriati
Editor: Abdul Rahim