Sidang MKMK Temukan Dugaan Pelanggaran Etik Hingga Kebohongan Anwar Usman
Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat melakukan Konferensi Pers di Aula Gedung II MK, Selasa (24/10/2023). Foto: (KOMPAS.com / IRFAN KAMIL) |
Jakarta, FNTV - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengakui telah memiliki bukti yang cukup dan telah memberikan pencerahan mengenai dugaan pelanggaran etik yang dituduhkan kepada para hakim konstitusi yang sedang dalam penyelidikan.
"Kami sebenarnya sudah memiliki semua bukti yang diperlukan. Tetapi kita tidak bisa menghindari untuk melakukan sidang," jelas Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, kepada wartawan pada Rabu (1 November 2023).
Akibatnya, keenam hakim yang sedang diselidiki, Suhartoyo, hanya menghabiskan sekitar 20 menit di ruang pemeriksaan, berbeda dengan lima hakim sebelumnya yang diperiksa selama sekitar 1 jam.
Hakim-hakim ini termasuk Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, dan Manahan Sitompul.
"Sekarang ini menjadi menarik, tetapi informasi yang diperoleh sudah serupa," kata Jimly saat ditanya mengapa Suhartoyo diperiksa dengan cepat.
Hari ini atau Kamis (2 November 2023), masih ada kasus-kasus yang melibatkan pihak yang akan diperiksa dalam sidang. Sementara itu, tiga hakim konstitusi masih harus diperiksa: Guntur Hamzah, Daniel Yusmic, dan Wahiduddin Adams, yang juga merupakan anggota MKMK.
Sebelas Dugaan Pelanggaran Etik
Secara total, Jimly merangkum bahwa ada 11 dugaan pelanggaran etik yang saat ini sedang ditangani oleh MKMK.
Pertama; masalah Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo, yang tidak recuse diri dalam memutus perkara 90/PUU-XXI/2023, yang jelas melibatkan kepentingan pemohon terkait idola Anwar, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang juga keponakan Anwar, yang berencana mencalonkan diri sebagai presiden.
Kedua; Anwar membicarakan persyaratan usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden di luar ruang sidang, padahal perkara tersebut masih dalam proses di Mahkamah.
Ketiga; perbedaan pendapat (dissenting opinion) hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam Putusan 90, yang mengandung keluhan mengenai dinamika internal sebelum keputusan diambil.
Keempat; hakim konstitusi membicarakan masalah internal di luar Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, hakim konstitusi Arief Hidayat dalam beberapa kesempatan setelah Putusan 90 yang kontroversial mengungkapkan kekhawatiran emosionalnya terkait dengan reputasi Mahkamah Konstitusi yang menurun.
Kelima; dugaan ketidakberesan dan pelanggaran prosedur terkait pendaftaran perkara nomor 90 yang awalnya ditarik tetapi kemudian tidak dicabut, dengan dugaan atas perintah pimpinan. MKMK mengklaim telah memiliki bukti rekaman video CCTV mengenai hal ini.
Keenam; masalah pembentukan MKMK yang diduga tidak pernah diproses sejak diwajibkan oleh Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang direvisi (2020). MKMK baru dibentuk secara sementara pada tahun 2023 menyusul kasus pelanggaran etik Guntur Hamzah dan kasus saat ini.
Ketujuh; manajemen pengambilan Putusan 90 yang dianggap bermasalah, karena terdapat dissenting opinion hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic yang dihitung sebagai concurring opinion.
Kedelapan; penggunaan Mahkamah Konstitusi sebagai alat politik praktis menjelang Pemilihan Presiden 2024, termasuk di dalamnya dugaan campur tangan eksternal.
Kesembilan; bocornya dinamika internal Mahkamah Konstitusi ke publik, termasuk melalui laporan investigatif dari Majalah "Tempo" dan bukti perdebatan di antara hakim yang disampaikan oleh salah seorang pelapor, Petrus Selestinus.
Kesepuluh dan kesebelas; dugaan adanya kebohongan oleh Anwar Usman dan dugaan keterlibatan delapan hakim konstitusi lain dalam membiarkan Anwar memutuskan perkara meskipun ada potensi konflik kepentingan.
"Kami telah mengklarifikasi semua masalah kecuali yang baru tentang keterlibatan. Kami juga telah bertanya mengenai itu," kata Jimly. "Mengenai isu-isu yang dilaporkan kemarin, semuanya sudah jelas, tetapi ada perkembangan baru. Kami akan menilainya dalam keputusan akhir," demikian Jimly mengakhiri.
Dugaan Potensi Kebohongan Anwar
Dugaan potensi kebohongan Anwar ini berkaitan dengan alasan-alasannya untuk tidak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan untuk tiga perkara terkait batasan usia calon presiden dan calon wakil presiden yang akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Pada tanggal 19 September 2023, delapan dari sembilan hakim konstitusi mengadakan rapat perundingan hakim (RPH) untuk membahas keputusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Perkara 29 diajukan oleh PSI, perkara 51 diajukan oleh Partai Garuda, dan perkara 55 diajukan oleh sejumlah kepala daerah, yang semuanya mengajukan gugatan terkait persyaratan usia minimal untuk calon presiden dan calon wakil presiden.
Tiga perkara ini telah disidangkan intensif sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar kesaksian ahli, pernyataan dari Partai Gerindra, serta dari Presiden dan DPR mengenai perkara ini.
"Pada saat itu, alasan mengapa Anwar tidak hadir diberikan dalam dua versi: ada yang mengatakan bahwa itu karena Anwar menyadari adanya konflik kepentingan, tetapi ada alasan kedua yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Salah satu dari alasan tersebut haruslah benar, dan jika satu benar, maka yang lain adalah yang tidak benar," terangnya.
Kronologi ketidakhadiran Anwar Usman dalam rapat perundingan hakim (RPH) untuk ketiga perkara tersebut sebelumnya diungkapkan oleh hakim konstitusi Arief Hidayat melalui pendapat berbeda (dissenting opinion).
"RPH dipimpin oleh Wakil Ketua (Saldi Isra), dan saya menanyakan mengapa ketua tidak hadir. Wakil Ketua pada saat itu menyatakan bahwa ketidakhadiran ketua tersebut adalah untuk menghindari potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat.
"Karena masalah hukum yang diputuskan sangat erat kaitannya dengan persyaratan usia minimal untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden, di mana kerabat Ketua memiliki potensi untuk diusulkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu Presiden 2024 oleh salah satu partai politik, maka Ketua memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pembahasan dan pengambilan keputusan untuk ketiga perkara tersebut," jelasnya.
Tanpa kehadiran Anwar dalam RPH, yang merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo itu, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan PSI, Partai Garuda, dan para kepala daerah.
Namun, dalam RPH berikutnya, menurut Arief, Anwar menjelaskan bahwa ia tidak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan untuk perkara PSI, Partai Garuda, dan para kepala daerah karena alasan kesehatan, bukan untuk menghindari konflik kepentingan seperti yang telah diungkapkan Wakil Ketua sebelumnya.
Dengan kehadiran Anwar, sikap MKMK tiba-tiba berubah, menyatakan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif di semua tingkatan berhak mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden meskipun belum mencapai usia 40 tahun, sesuai dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Putusan tersebut dikeluarkan pada tanggal 16 Oktober. Beberapa hari setelah putusan tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang juga anak dari Presiden Jokowi, diumumkan sebagai calon wakil presiden yang akan maju bersama Prabowo Subianto.
Gibran belum mencapai usia 40 tahun, tetapi dianggap telah pernah menjabat sebagai kepala daerah.
Reporter: Eka Supriati
Editor: Febriany Resky AA