Konflik Kepentingan dan Pelanggaran Hukum: Membongkar Manuver Rektor UHO dalam Pemilihan Anggota Senat
Berdasarkan
telaah hukum terhadap Permendikti Saintek RI Nomor 21 Tahun 2025 tentang
Statuta Universitas Halu Oleo (UHO), secara tegas dalam Pasal 30 ayat (3)
dinyatakan bahwa anggota Senat Universitas yang berasal dari wakil dosen
fakultas dipilih dari dosen yang menjadi anggota Senat Fakultas oleh Senat
Fakultas yang bersangkutan. Penegasan normatif lebih lanjut ditemukan pada
Pasal 30 ayat (4) huruf c yang mengunci syarat usia maksimal calon anggota
senat dari unsur dosen yakni tidak lebih dari 60 tahun. Ketentuan
tersebut diperkuat kembali dalam Peraturan Senat UHO Nomor 1 Tahun 2025 pada
Pasal 4 ayat (1) huruf c.
Namun,
fakta hukum menunjukkan adanya penyimpangan serius dan dugaan
pelanggaran asas legalitas oleh Muhammad Zamrun Firuhu selaku Rektor UHO, yang
justru menerbitkan Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2025 dengan menetapkan
ketentuan yang bertentangan secara langsung terhadap norma hukum di atasnya,
yaitu pada Pasal 5 ayat (1) huruf c yang menaikkan batas usia maksimal anggota
senat wakil dosen menjadi 65 tahun. Ketentuan ini merupakan bentuk nyata
dari “pasal palsu” yang diduga diciptakan untuk mengakomodasi kepentingan
tertentu indikasi kuat adanya conflict of interest (COI).
Penerapan
pasal karet ini tidak hanya bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi,
tetapi juga menghasilkan akibat hukum yang serius berupa pembentukan
keanggotaan senat fakultas dan universitas yang batal demi hukum, karena
secara material tidak memenuhi syarat legal-formal. Fakta bahwa proses
pemilihan anggota senat fakultas dan universitas dilaksanakan serentak pada 18
Maret 2025 untuk pemilihan senat fakultas dan 21 Maret untuk
pemilihan senat universitas dengan menggunakan dasar hukum cacat tersebut
menunjukkan adanya tindakan manipulatif dan inkonstitusional dalam
struktur kelembagaan akademik UHO.
Lebih
jauh, Muhammad Zamrun Firuhu diduga kuat menyalahgunakan kewenangan
dengan melakukan tekanan, intervensi, dan intimidasi terhadap dekan, ketua
program studi, hingga dosen, untuk memaksakan figur-figur tertentu sebagai
anggota senat, demi membentuk konfigurasi senat yang berpihak padanya. Tindakan
tersebut tidak hanya mengarah pada pelanggaran etika jabatan, tetapi juga berpotensi
mengganggu tatanan hubungan sosial akademik, menciptakan konflik horizontal
di kalangan dosen, serta mengoyak prinsip meritokrasi dan demokrasi kampus.
Dengan
memperhatikan prinsip supremasi hukum dan asas hierarki peraturan
perundang-undangan, maka keabsahan keanggotaan senat hasil dari regulasi Rektor
UHO tersebut harus dibatalkan demi hukum. Maka dari itu, atas dasar
fakta dan bukti-bukti yang terindikasi kuat, direkomendasikan:
1. Komisi X
DPR RI segera
memanggil dan meminta pertanggungjawaban Muhammad Zamrun Firuhu (Rektor UHO) atas
dugaan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pembentukan
senat di lingkungan UHO.
2. Kementerian
Pendidikan, Sains, dan Teknologi RI untuk membatalkan seluruh
keanggotaan senat jurusan, program studi, serta fakultas yang terbentuk melalui
proses cacat hukum tersebut.
3. Lembaga Ombudsman RI dan Inspektorat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Sains, dan Teknologi RI diharapkan untuk melakukan investigasi
mendalam atas dugaan maladministrasi sistemik yang terjadi di bawah
kepemimpinan Muhammad Zamrun Firuhu.