Dugaan Nepotisme di Universitas Halu Oleo: Rektor Dituding Manipulasi Seleksi SNBP 2025
Dunia pendidikan kembali dihebohkan
dengan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Rektor Universitas Halu Oleo,
Muhammad Zamrun Firihu. Belum usai kontroversi terkait pelanggaran berat dalam
pengangkatan pemimpin perguruan tinggi negeri dan dugaan kasus korupsi serta
nepotisme dalam pemilihan anggota senat, kini muncul skandal baru dalam proses
Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025.
Berdasarkan laporan Tim Investigasi Independen Peduli Keadilan, ditemukan indikasi manipulasi yang mencederai prinsip transparansi dan keadilan dalam penerimaan mahasiswa baru. Sumber investigasi mengungkapkan bahwa Muhammad Zamrun selaku Rektor Universitas Halu Oleo diduga berusaha memasukkan salah satu anggota keluarganya ke program studi Kedokteran melalui jalur SNBP, meskipun siswa tersebut tidak memenuhi standar akademik yang ditetapkan. Dugaan intervensi ini semakin menguat ketika rektor disebut-sebut menghubungi kepala sekolah tempat siswa tersebut belajar agar mengubah nilai akademik demi memenuhi standar prestasi yang disyaratkan. Namun, kepala sekolah menolak keras permintaan tersebut dengan alasan integritas akademik.
Tak terima dengan penolakan itu, Muhammad Zamrun diduga mengambil langkah lebih jauh dengan menghapus kuota SNBP untuk sekolah tersebut. Akibatnya, bukan hanya siswa yang bersangkutan yang gagal lolos, tetapi seluruh siswa berprestasi dari sekolah tersebut kehilangan kesempatan masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi. Praktik serupa juga diduga terjadi di beberapa program studi lainnya.
Dugaan nepotisme ini semakin menggemparkan setelah beredar pernyataan dari pihak keluarga rektor yang menyatakan, "Jika anak saya tidak diterima di Kedokteran lewat jalur prestasi, lebih baik tidak ada siswa dari sekolah itu yang lulus!" Pernyataan ini memicu kecaman luas dan memperkuat dugaan adanya intervensi rektor beserta keluarganya dalam proses seleksi SNBP.
Kasus ini tidak hanya merugikan siswa berprestasi dan orangtua yang kecewa atas ketidakadilan ini, tetapi juga mencoreng reputasi Universitas Halu Oleo sebagai institusi akademik. Jika dugaan ini terbukti benar, maka kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi sistem penerimaan mahasiswa di Indonesia. Pertanyaannya kini, apakah praktik serupa hanya terjadi di Sulawesi Tenggara atau ada indikasi lebih luas di daerah lain?
Sebagai respons terhadap dugaan pelanggaran ini, Tim Investigasi Independen Peduli Keadilan merekomendasikan beberapa langkah hukum bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan:
1.
Melaporkan
Rektor Universitas Halu Oleo ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI untuk meminta audit independen terhadap
proses seleksi di universitas tersebut serta tindakan tegas atas dugaan
pelanggaran Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022.
2.
Mengajukan
gugatan administratif ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Orangtua siswa yang merasa dirugikan
dapat menggugat keputusan rektor secara hukum.
3.
Mengajukan
pengaduan ke Ombudsman RI
terkait dugaan maladministrasi dalam penerimaan mahasiswa jalur SNBP.
4.
Melaporkan
kasus ini ke KPK atau Kejaksaan
jika ditemukan indikasi gratifikasi atau nepotisme dalam seleksi mahasiswa
baru.
5.
Melakukan
audiensi dengan DPRD atau Komisi X DPR RI guna mendesak adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk
memastikan kasus ini mendapat perhatian luas.
6.
Mengajukan
class action oleh korban.
Para siswa yang merasa dirugikan dapat menggugat secara perdata demi memperoleh
keadilan.
Dugaan penyalahgunaan wewenang dalam seleksi mahasiswa baru Universitas Halu Oleo merupakan kasus serius yang mencoreng dunia pendidikan Indonesia. Kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk memperketat sistem seleksi penerimaan mahasiswa agar tetap adil, transparan, dan bebas dari praktik kecurangan serta nepotisme.**